Teori-Teori Makro Komunikasi Massa
Littlejhon (1999), menyampaikan model pengorganisasi teori-teori komunikasi massa ke dalam teori makro dan teori mikro[1]. Teori mikro mengkaji tentang relasi antara media dengan khalayaknya. Para teoritisi yang tertarik dalam relasi media dengan khalayak memfokuskan pada efek-efek terhadap kelompok dan individu-individu dan hasil-hasil dari transaksi media. Sedangkan teori makro komunikasi massa mengkaji media massa dari sisi masyarakat dan institusinya. Para teoritisi yang tertarik dalam relasi antara media dengan masyarakat memberi perhatian pada cara-cara media dilekatkan dalam masyarakat dan pengaruh bersama antara struktur-struktur yang lebih besar dengan media.
McQuail (1987) mengkategorikan teori-teori makro komunikasi massa ke dalam: Teori masyarakat massa; teori-teori aliran Marxis (teori ekonomi politik media; teori kritis; teori hegemoni; pendekatan sosial budaya); dan pendekatan struktural-fungsional.
A. TEORI MASYARAKAT MASSA
Gagasan Teori Masyarakat Massa menyatakan bahwa media sedang mengkorupsi pengaruh-pengaruh order sosial melalui pengaruh mereka terhadap kepasrahan rata-rata orang (Baran & Davis , 2000, p. 39). Perkembangan teori ini seiring dengan berkembangnya masyarakat industri, dimana masyarakat industri dipandang sebagai masyarakat yang dipengaruhi (kadang-kadang negatif) oleh media. Media dilihat mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk membentuk persepsi-persepsi dunia sosial dan memanipulasi tindakan-tindakan secara tidak kentara tetapi sangat efektif. Teori ini menganggap bahwa media mempunyai pengaruh buruk yang dapat merusak kehidupan sosial masyarakat. Sehingga masyarakat memerlukan pertahan terhadap pengaruh-pengaruh media tersebut.
Asumsi-asumsi teori masyarakat massa, adalah sebagai berikut:
- Media dipandang sebagai sesuatu yang membahayakan, mempunyai kekuatan yang besar dalam masyarakat dan oleh karena itu harus dibersihkan atau dilakukan restrukturasi total.
- Media mempunyai kekuatan menjangkau dan mempengaruhi secara langsung terhadap pemikiran rata-rata orang.
- Ketika pemikiran orang sudah dirusak oleh media, semua bersifat jelek, konsekuensi panjangnya adalah kehancuran kehidupan individu dan juga problem-problem sosial pada skala luas.
- Rata-rata orang mudah mengecam media karena mereka sudah diputus atau diisolir dari institusi sosial tradisional yang sebelumnya memproteksi mereka dari tindakan manipulasi.
- Situasi sosial yang chaos yang diucapkan oleh media akan menjadi sesuatu yang tidak terelakkan, karena terjadi perubahan terhadap kuatnya kontrak sosial pada sistem totaliter.
- Media massa menurunkan nilai bentuk-bentuk budaya tertinggi dan membawa pada kemunduran peradaban secara umum.
Teori Masyarakat Massa sangat erat kaitannya dengan budaya massa, dan teori-teori baru menekankan ide-idenya tentang budaya pop. Media sebenarnya tidak menghilangkan budaya, tetapi justru dapat bermain di dalamnya dan kadang-kadang peranannya kontra produktif dengan perubahan budaya.
Terdapat dua konsep sosiologi yang erat dengan kaitannya dengan masyarakat massa, konsep ini dikemukan Ferdinant Tonnies, yaitu konsep gemeinschaft yang mewakili budaya-budaya tradisional, dan gesellschaft yang mewakili masyarakat industrial modern.
Sementara Emile Durkheim membuat dikotomi yang sama dengan Tonnies tetapi dengan perbedaan mendasar berdasarkan interpretasi kontrak-kontrak sosial modern. Konsepnya adalah mechanical solidarity dan organic solidarity. Solidaritas mekanik merupakan konsep tentang batasan budaya-budaya rakyat dengan melakukan konsensus dan peranan-peranan sosial tradisional. Sedangkan solidaritas organik adalah konsep batasan kontrak sosial modern melalui peranan negosiasi sosial kultural. Solidaritas organik ini dihubungkan dengan manifes demokrasi dan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi baru yang ditunjang oleh information superhighway merupakan akses mediasi bagi masyarakat yang merupakan bentuk representasi demokrasi.
McQuail (1987), menganalisa teori ini direlevansikan dengan konsep kekuasaan dan integrasi.
Relevansi dengan konsep integrasi. Teori masyarakat massa berpangkal dari pandangan bahwa para anggota masyarakat tidak terintegrasi, atau setidak-tidaknya tidak terintegrasi secara sehat. Inti konsep massa yang sebenarnya mengandung dimensi nonintegrasi, tidak saling mengenal satu sama lain, dan diorganisasi secara serampangan.
Relevansi dengan konsep kekuasaan. Teori ini menunjukkan bahwa media dapat dikendalikan atau dikelola secara monopolistik untuk dijadikan sebagai alat utama yang efektif mengorganisasi massa. Media massa biasanya menjadi corong penguasa, pemberi pendapat dan instruksi, serta kepuasan jiwani. Media bukan saja membentuk hubungan ketergantungan warga masyarakat terhadap media dalam penciptaan pendapat, tetapi juga dalam hal penciptaan identitas dan kesadaran.
Baran dan Davis (2000), menyatakan bahwa kekuatan teori ini adalah sebagai berikut:
· Spekulasi tentang efek-efek penting.
· Menyoroti konflik dan perubahan struktural penting di (dalam) kultur modern.
· Menarik perhatian ke isu etika dan kepemilikan media.
B. TEORI ALIRAN MARXIS
- Teori Ekonomi Politik Media
Teori ekonomi politik media merupakan nama lama yang dihidupkan kembali untuk digunakan dalam menyebutkan sebuah pendekatan yang memusatkan perhatian lebih banyak pada struktur ekonomi dari pada muatan (isi) ideologis media. Teori ini mengemukakan ketergantungan ideologi pada kekuatan ekonomi dan mengarahkan perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur pemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media. Menurut tinjauan ini, institusi media harus dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang juga bertalian erat dengan sistem politik. Kualitas pengetahuan tentang masyarakat, yang diproduksi oleh media untuk masyarakat, sebagian besar dapat ditentukan oleh nilai tukar pelbagai ragam isi dalam kondisi yang memaksakan perluasan pasar, dan juga ditentukan oleh kepentingan ekonomi para pemilik dan penentu kebijakan. Berbagai kepentingan tersebut berkaitan dengan kebutuhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil kerja media dan juga dengan keinginan bidang usaha lainnya untuk memperoleh keuntungan, sebagai akibat dari adanya kecenderungan monopolistis dan proses integrasi, baik secara vertikal maupun horizontal (sebagaimana halnya menyangkut minyak, kertas, telekomunikasi, waktu luang, kepariwisataan, dan lain sebagainya).
Littlejhon (1999), mengatakan bahwa menurut teori ini isi media merupakan komoditi untuk dijual di pasar, dan iformasi yang disebarkan dikendalikan oleh apa yang ada di pasar. Sistem ini mengarah pada tindakan yang konservatif dan cenderung menghindari kerugian, yang membuat beberapa jenis programming tertentu dan beberapa media menjadi dominan sementara yang lainnya terbatas/kecil.
Konsekuensi keadaan seperti ini tampak dalam wujud berkurangnya jumlah sumber media independen, terciptanya konsentrasi pada pasar besar, munculnya sikap bodoh terhadap calon khlayak pada sektor kecil. Menurut Murdock dan Golding (dalam McQuail, 1987), efek kekuatan ekonomi tidak langsung secara acak, tetapi terus menerus: “pertimbangan untung rugi diwujudkan secara sistematis dengan memantapkan kedudukan kelompok-kelompok yang sudah mapan dalam pasar media massa besar dan mematikan kelompok-kelompok yang tidak memiliki modal dasar yang diperlukan dan mematikan kelompok-kelompok yang tidak memiliki modal dasar yang diperlukan untuk mampu bergerak. Oleh karena itu, pendapat yang dapat diterima berasal dari kelompok yang cenderung tidak melancarkan kritik terhadap distribusi kekayaan dan kekuasaan yang berlangsung. Sebaliknya, mereka yang cenderung menantang kondisi semacam itu tidak dapat mempublikasikan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan mereka karena mereka tidak mampu menguasai sumber daya yang diperlukan untuk menciptakan komunikasi efektif terhadap khalayak luas.”
Kekuatan utama pendekatan tersebut terletak pada kemampuannya dalam menyodorkan gagasan yang dapat dibuktikan secara empiris, yakni gagasan yang menyangkut kondisi pasar. Salah satu kelemahan pendekatan ekonomi politik ialah unsur-unsur yang berada dalam kontrol publik tidak begitu mudah dijelaskan dalam pengertian mekanisme kerja pasar bebas. Walaupun pendekatan memusatkan perhatian pada media sebagai proses ekonomi yang menghasilkan komoditi (isi), namun pendekatan ini kemudian melahirkan ragam pendekatan baru yang menarik, yakni ragam pendekatan yang menyebutkan bahwa media sebenarnya menciptakan khalayak dalam pengertian bahwa media mengarahkan perhatian khalayak ke pemasang iklan dan membentuk perilaku publik media sampai pada batas-batas tertentu.
- Teori Hegemoni Media
Teori ini kurang memusatkan perhatian pada faktor ekonomi dan struktur ideologi yang mengunggulkan klas tertentu, tetapi lebih menekankan ideologi itu sendiri, bentuk ekspresi, cara penerapan, dan mekanisme yang dijalankan untuk mempertahankan dan mengembangkan diri melalui kepatuhan para korbannya (terutama kelas pekerja), sehingga upaya itu berhasil mempengaruhi dan membentuk alam pikiran mereka. Perbedaan teori ini dengan pendekatan Marxis klasik dan pendekatan ekonomi politik terletak pada pengakuannya terhadap lebih besarnya kadar ketidaktergantungannya pada kekuatan ekonomi.
Ideologi sebagai suatu definisi realitas yang kabur dan gambaran hubungan antar kelas, atau hubungan imajiner para individu dengan kondisi keberadaan mereka yang sebenarnya tidaklah dominan dalam pengertian bahwa ideologi itu dipaksakan oleh kelas penguasa, tetapi merupakan pengaruh budaya yang disebarkan secara sadar dan dapat meresap, serta berperan dalam mengintepretasi pengalaman tentang kenyataan. Proses interpretasi itu memang berlangsung secara tersembunyi (samar), tetapi terjadi secara terus menerus. Menurut Hall (dalam McQuail, 1987), konsep dominasi, yang berarti pemaksaan kerangka pandangan pandangan secara langsung terhadap kelas yang lebih lemah, melalui penggunaan kekuatan dan keharusan ideologi yang terang-terangan, belumlah cukup untuk menampung semua kompleksitas permasalahan. Orang harus memahami bahwa dominasi berlangsung pada tahap sadar maupun tidak sadar. Dengan kata lain, orang harus melihatnya sebagai alat dari sistem hubungan yang terkait, bukannya sebagai upaya pilih-kasih para individu yang dilakukan secara sadar dan terang-terangan melalui penetapan peraturan dan pengucilan yang dilakukan melalui bahasa dan wacana.
Karya teoritis beberapa pemikir Marxis banyak memberi sumbangan terhadap dasar teori ini. Karya karya itu mengarahkan perhatian ke pelbagai cara yang harus ditempuh untuk menciptakan dan mensyahkan jaringan hubungan kapitalisme, yakni cara-cara yang kurang lebih sesuai dengan keinginan kelas pekerja itu sendiri. Alat bantu yang dapat dimanfaatkan menerapkan upaya tersebut sebagian besar dimungkinkan oleh adanya perkembangan dalam bidang analisis semiologi dan struktur yang menyuguhkan metode untuk mengartikan makna tersembunyi dan menggaris bawahi struktur makna.
- Teori Kritis
Budaya
4. Pendekatan sosial-budaya
Dewasa ini, pendekatan ini semakin berpengaruh dalam studi media
Pendekatan sosial-budaya berupaya mendalami pesan dan publik, melalui pemahaman pengalaman sosial pelbagai kelompok kecil masyarakat secara cermat. Kritis, dan terarah, dengantujuan agar dapat memberikan penjelasan menyangkut pola pilihan dan reaksi terhadap media. Masyarakat juga biasanya diberitakan tentang upaya pemegang kekuasaan dalam mengani krisis legitimasi yang berulang kali dan kesulitan ekonomi yang selalu terdapat dalam masyarakat industrialis-kapitalis.
McQuail (1987) menganalisa teori-teori aliran Marxis yang direlevansikan dengan konsep kekuasaan dan integrasi.
Relevansi dengan konsep kekuasaan. Menurutnya teori-teori aliran ini (meskipun terdapat keaneka ragaman pendapat) selalu menekankan kenyataan bahwa media massa pada hakikatnya merupakan alat kontrol kelas penguasa kapitalis. Media komunikasi cenderung dimiliki oleh para anggota kelas berada yang diharapkan mampu untuk menjalankan media tersebut demi kepentingan kelas itu. Dalam teori disebutkan bahwa terdapat hubungan langsung antara pemilikan kekuatan ekonomi dengan penyebaran pesan yang menegaskan legitimasi dan nilai-nilai suatu kelas dalam masyarakat.
Relevansi konsep integrasi. Konsep integrasi sangat menarik perhatian para ahli teori Marxis, menurut mereka ideologi dan nilai-nilai baru dipandang perlu dikembangkan dan disebarluaskan ke dalam masyarakat. Integrasi, menurut teori ini, dapat diartikan pemaksaan konsensus ideologis , mekanisme kontrol sosial yang menguntungkan kelas penguasa, atau berarti kohesi ideologis yang harus diterima oleh kelompok pisis agar dapat melakukan perubahan.
C. TEORI STRUKTURAL FUNGSIONALIS
Teori ini melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang terdiri dari atas beberapa bagian yang saling berkaitan atau subsistem. Setiap subsistem tersebut memiliki peran (menjalankan fungsi) yang berarti. Salah satu di antara sekian banyak subsistem itu adalah media massa. Kehidupan sosial yang teratur memerlukan pemeliharaan terhadap semua bagian masyarakat dan lingkungan sosial secara cermat dan berkesinambungan. Dalam hal ini, media diharapkan dapat menjamin integrasi ke dalam, ketertiban, dan memiliki kemampuan memberikan respon terhadap kemungkinan baru yang didasarkan pada realitas yang sebenarnya.
Teori struktural fungsionalis tidak menganggap perlu adanya pengarahan ideologi bagi media, karena media pada hakekatnya mampu mengarahkan dan mengoreksi dirinya sendiri, sesuai dengan peraturan kelembagaan tertentu yang telah disepakati secara politis. Dalam beberapa hal tertentu teori ini berbeda dengan pendekatan Marxis, terutama dalam segi objektivitas dan aplikasi universalnya. Teori ini melihat media cenderung bernilai sebagai alat untuk memelihara ketertiban masyarakat, bukannya sebagai penggerak perubahan yang potensial.
McQuail (1987) mensarikan kegunaan teori ini sebagai berikut:
q menyajikan kerangka berpikir untuk membahas hubungan antara media massa dan masyarakat dan seperangkat konsep yang sulit diganti.
q Membantu dalam memahami kegiatan utama media dalam kaitannya dengan beberapa aspek struktur dan proses sosial
q Menciptakan jembatan antara pengamat empiris dengan teori normatif yang membahas peran yang seharusnya dibawakan oleh media.
McQuail (1987) menganalisa teori strukturalis fungsional yang direlevansikan dengan konsep kekuasaan dan integrasi sebagai berikut.
Relevansi dengan konsep kekuasaan. Sebenarnya masalah kekuasaan tidak terlalu cocok untuk disoroti dengan teori ini. Meskipun demikian, diakui bahwa penerapan teori tersebut menekankan adanya kebutuhan akan pengarahan, pengendalian, dan kohesi internal dalam suatu sistem sosial supaya struktur sosial berfungsi dengan baik.
Relevansi dengan konsep integrasi. Teori ini menyatakan bahwa kondisi integrasi merupakan syarat mutlak bagi kelancaran (keberlangsungan) setiap sistem sosial. Tanpa integrasi tidak mungkin ada kesepakatan menyangkut tujuan, cara, dan kegiatan terkoordinasi untuk mencapai tujuan itu. Meskipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa dalam masyarakat kompleks terdapat sejumlah cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh kontrol dan konsensus yang diperlukan. Media massa hanyalah merupakan salah satu institusi di antara sekian banyak institusi lain yang juga memiliki tugas yang sama.
Daftar pustaka:
Denis McQuail, 1987, Teori Komunikasi Massa, Jakarta, Erlangga
Stanley J. Baran & Dennis K. Davis, 2000, Mass Communication Theory: Foundation, Ferment, and Future ed. 2nd, USA: Wadsworth.
Stephen W Littlejhon, 1999, Theories of Human Communication ed. 6th,
[1] Berbeda dengan Littlejohn, Stanley J. Baran & Dennis K. Davis (2000) dalam Mass Communication Theory: Foundations, Ferment, and Future mengkategorikan teori-teori komunikasi massa berdasarkan era teori-teori tersebut berkembang. Mereka mengkategorikan teori komunikasi massa ke dalam empat era. Yaitu: Era Teori Masyarakat Massa; Era Kemunculan Suatu Perspektif Ilmiah Terhadap Komunikasi Massa; Era Efek Komunikasi Massa yang Terbatas; dan Era Kritik Budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar