Rabu, 19 Desember 2012

teori Uses and Gratification Media



            Teori ini mempertimbangkan apa yang dilakukan orang pada media, yaitu menggunakan media untuk pemuas kebutuhannya. Penganut teori ini meyakini bahwa individu sebagai mahluk supra-rasional dan sangat selektif. Menurut para pendirinya, Elihu Katz;Jay G. Blumler; dan Michael Gurevitch (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1984), uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain , yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain.
Perkembangan teori Uses and Gratification Media dibedakan dalam tiga fase (dalam Rosengren dkk., 1974), yaitu:
  1. Fase pertama ditandai oleh Elihu Katz dan Blumler (1974) memberikan deskripsi tentang orientasi subgroup audiens untuk memilih dari ragam isi media. Dalam fase ini masih terdapat kelemahan metodologis dan konseptual dalam meneliti orientasi audiens.
  2. Fase kedua, Elihu Katz dan Blumler menawarkan operasionalisasi variabel-variabel sosial dan psikologis yang diperkirakan memberi pengaruh terhadap perbedaan pola–pola konsumsi media. Fase ini juga menandai dimulainya perhatian pada tipologi penelitian gratifikasi media.
  3. Fase ketiga, ditandai adanya usaha menggunakan data gratifikasi untuk menjelaskan cara lain dalam proses komunikasi, dimana harapan dan motif audiens mungkin berhubungan.
Kristalisasi dari gagasan, anggapan, temuan penelitian tentang Uses and Gratification Media mengatakan, bahwa kebutuhan social dan psikologis menggerakkan harapan pada media massa atau sumber lain yang membimbing pada perbedaan pola-pola terpaan media dalam menghasilkan pemuasan kebutuhan dan konsekuensi lain yang sebagian besar mungkin tidak sengaja.


Elihu Katz;Jay G. Blumler; dan Michael Gurevitch (dalam Baran dan Davis, 2000) menguraikan lima elemen atau asumsi-asumsi dasar dari Uses and Gratification Media sebagai berikut:
1.      Audiens adalah aktif, dan penggunaan media berorientasi pada tujuan.
2.      Inisiative yang menghubungkan antara kebutuhan kepuasan dan pilihan media spesifik terletak di tangan audiens
3.      Media bersaing dengan sumber-sumber lain dalam upaya memuaskan kebutuhan audiens
4.      Orang-orang mempunyai kesadaran-diri yang memadai berkenaan penggunaan media, kepentingan dan motivasinya yang menjadi bukti bagi peneliti tentang gambaran keakuratan penggunaan itu.
5.      Nilai pertimbangan seputar keperluan audiens tentang media spesifik atau isi harus dibentuk.

       
Pengujian-pengujian terhadap asumsi-asumsi Uses and Gratification Media menghasilkan enam (6)  kategori identifikasi dan temuan-temuannya (dalam Rosengren dkk., 1974), sebaga berikut:
  1. Asal usul sosial dan psikologis gratifikasi media.
John W.C. Johnstone (1974) menganggap bahwa anggota audiens tidak anonimous dan sebagai individu yang terpisah, tetapi sebagai anggota kelompok sosial yang terorganisir dan sebagai partisipan dalam sebuah kultur. Sesuai dengan anggapan ini, media berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dan keperluan individu-individu, yang tumbuh didasarkan lokalitas dan relasi sosial individu-individu tersebut.
Faktor-faktor psikologis juga berperan dalam memotivasi penggunaan media. Konsep-konsep psikologis seperti kepercayaan, nilai-nilai, dan persepsi mempunyai pengaruh dalam pencarian gratifikasi dan menjadi hubungan kausal dengan motivasi media.

  1. Pendekatan nilai pengharapan.
Konsep pengharapan audiens yang perhatian (concern) pada karakteristik media dan potensi gratifikasi yang ingin diperoleh merupakan asumsi pokok Uses and Gratification Media mengenai audiens aktif. Jika anggota audiens memilih di antara berbagai alternatif media dan non media sesuai dengan kebutuhan mereka, mereka harus memiliki persepsi tentang alternatif yang memungkinkan untuk memperoleh kebutuhan tersebut. Kepercayaan terhadap suatu media tertentu menjadi faktor signifikan dalam hal pengharapan terhadap media itu.

  1. Aktifitas audiens.
Levy dan Windahl (1984) menyusun tipologi aktifitas audiens yang dibentuk  melalui dua dimensi:
    1. Orientasi audiens: selektifitas; keterlibatan; kegunaan.
    2. Skedul aktifitas: sebelum; selama; sesudah terpaan ( baca handsout ”audiens”)
Katz, Gurevitch, dan Haas (1973) dalam penelitian tentang penggunaan media, menemukan perbedaan anggota audiens berkenaan dengan basis gratifikasi yang dirasakan. Dipengaruhi beberapa faktor. Yaitu: struktur media dan teknologi; isi media; konsumsi media; aktifitas non media; dan persepsi terhadap gratifikasi yang diperoleh.
Garramore (1983) secara eksperimental menggali pengaruh ”rangkaian motivasi pada proses komersialisasi politik melalui TV. Ia menemukan bahwa anggota audience secara aktif memproses/mencerna isi media, dan pemrosesan ini dipengaruhi oleh motivasi.

  1. Gratifikasi yang dicari dan yang diperoleh.
Pada awal sampai pertengahan 1970-an sejumlah ilmuwan media menekankan perlunya pemisahan antara motif konsumsi media atau pencarian gratifikasi (GS) dan pemerolehan gratifikasi (GO). Penelitian tentang hubungan antara GS dan GO, menghasilkan temuan sebagai berikut GS individual berkorelasi cukup kuat dengan GO terkait. Di lain pihak GS dapat dipisahkan secara empiris dengan GO, seperti pemisahan antara GS   dengan GO secara konseptual, dengan alasan sebagai berikut:
    1. GS dan GO berpengaruh, tetapi yang satu bukan determinan bagi yang lain.
    2. Dimensi-dimensi GS dan GO  ditemukan berbeda dalam beberapa studi.
    3. Tingkatan rata-rata GS seringkali berbeda dari tingkatan rata-rata GO.
    4. GS dan GO secara independen menyumbang perbedaan pengukuran konsumsi media dan efek.
Penelitian GS dan GO menemukan bahwa GS dan GO  berhubungan dalam berbagai cara dengan variabel-variabel: terpaan; pemilihan program dependensi media; kepercayaan; evaluasi terhadap ciri-ciri atau sifat-sifat media.

  1. Gratifikasi dan konsumsi media.
Penelitian mengenai hubungan antata gratifikasi (GS-GO) dengan konsumsi media terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu:
    1. Studi tipologis mengenai gratifikasi media.
    2. Studi yang menggali hubungan empiris antara gratifikasi di satu sisi dengan pengukuran terpaan media atau pemilihan isi media di sisi lain.
Studi-studi menunjukkan bahwa gratifikasi berhubungan dengan pemilihan program. Becker dan Fruit memberi bukti bahwa anggota audiens membandingkan GO dari media yang berbeda berhubungan dengan konsumsi media. Studi konsumsi media menunjukkan terdapat korelasi rendah sampai sedang antara pengukuran gratifikasi dan indeks konsumsi.

  1. Gratifikasi dan efek yang diperoleh.
Windahl (1981) penggagas  model uses and effects, menunjukkan bahwa bermacam-macam gratifikasi audiens berhubungan dengan spectrum luas efek media yang meliputi pengetahuan, dependensi, sikap, persepsi mengenai realitas social, agenda setting, diskusi, dan berbagai efek politik.
Blumer mengkritisi studi uses and effects sebagai kekurangan perspektif. Dalam usaha untuk menstimulasi suatu pendekatan yang lebih teoritis, Blumer menawarkan tiga hipotesis sebagai berikut:
a.       Motivasi kognitif akan memfasilitasi penemuan informasi.
b.      Motivasi pelepasan dan pelarian akan menghadiahi penemuan audiens terhadap persepsi mengenai situasi sosial.
c.       Motivasi identitas personal akan mendorong penguatan efek.

DAMPAK ISI MEDIA



A. Pengertian Dampak Isi Media.
            Dampak (efek) isi media adalah perubahan yang terjadi pada diri penerima pesan komunikasi massa. David Berlo (dalam Wiryanto, 2005) mengklasifikasikan dampak atau perubahan ini ke dalam tiga kategori, yaitu:
  1. dampak bersifat kognitif (berkaitan pengetahuan dan opini);
  2. dampak bersifat afektif (berkaitan dengan perasaan dan sikap);
  3. dampak atas perilaku.

Secara lebih mendalam, dampak isi media juga perlu dibedakan berdasarkan antara jenis dan arah dampak. McQuail (1987)  membedakan jenis dan arah dampak sebagai berikut:
  1. dampak yang diinginkan (konversi);
  2. dampak yang tidak diinginkan;
  3. dampak kecil (bentuk dan intensitasnya);
  4. dampak yang memperlancar perubahan (yang diinginkan atau tidak);
  5. dampak  yang memperkuat yang ada (peneguhan);

B. Tipologi Dampak Isi Media
Berbasis pada perpaduan antara dampak yang diinginkan dengan yang  tidak diinginkan dipadukan dengan dampak jangka pendek dan panjang, McQuail membuat  tipologi dampak isi media sebagai berikut:

  1. Tanggapan individu: proses dimana individu berubah atau menolak perubahan, sebagai tanggapan terhadap pesan yang dirancang untuk mempengaruhi pengetahuan, sikap, atau perilaku.
  2. Kampanye media: mengisyaratkan situasi dimana sejumlah media untuk mencapai tujuan persuasi atau informasional dalam populasi yang dipilih.
  3. Reaksi individu: konsekuensi pendekatan yang tidak direncanakan atau tidak dapat diperkirakan oleh seseorang terhadap stimulasi media. Konsekuensi ini sebagian besar telah diacu sebagai peniruan dan tindak-pelajaran, khususnya dari tindakan agresif atau kriminal, dan juga gagasan dan perilaku prososial. Jenis dampak lainnya mencakup penggantian aktivitas lain, peniruan gaya dan model, penyatuan diri dengan para pahlawan atau bintang, rangsangan seksual, reaksi  terhadap rasa takut, kecemasan, dan gangguan.
  4. Reaksi kolektif: di sini dampak individu yang sama dialami secara serentak oleh banyak orang, yang menimbulkan tindakan bersama, biasanya tindakan yang  tidak teratur dan tidak dilembagakan. Dampak yang paling penting timbul dari rasa takut, cemas, dan marah, yang mengakibatkan kepanikan dan kerusuhan sosial.
  5. Penyebaran dalam pembangunan: penyebaran inovasi yang direncanakan untuk kepentingan pembangunan jangka panjang, dengan menggunakan serangkaian kampanye dan sarana pengaruh lainnya, khususnya jaringan hubungan antarpribadi dan struktur wewenang komunitas atau masyarakat.
  6. Distribusi pengetahuan: konsistensi aktivitas media dalam lingkup berita dan informasi bagi pendistribusian pengetahuan di antara berbagai kelompok sosial, kesadaran yang berubah-ubah tentang peristiwa, prioritas yang ditetapkan pada aspek ’realitas’.
  7. Pengendalian sosial: mengacu pada kecenderungan sistematis untuk menyebarkan konformitas terhadap tata tertib yang diterapkan dan menegaskan keabsahan wewenang yang ada.
  8. Sosialisasi: kontribusi media yang tidak formal terhadap pembelajaran dan penerapan norma, nilai, dan harapan yang berlaku bagi perilaku dalam peran sosial dan situasi tertentu.
  9. Penentuan realitas: proses yang serupa sosialisasi, tetapi berbeda karena lebih berkaitan dengan kognisi(pengetahuan dan opini) ketimbang nilai, dan timbul dari kecenderungan sistematis dalam media untuk menyajikan versi realitas yang tidak lengkap dan agak tidak jelas.
  10. Perubahan lembaga: hasil adaptasi yang tidak direncanakan oleh lembaga yang ada terhadap perkembangan dalam media, khususnya yang mempengaruhi fungsi komunikasinya.


C. Sejarah Penelitian Dampak Isi Media.
            Perkembangan tentang dampak media dapat dikatakan memiliki natural history, karena perkembangan itu sangat ditentukan oleh suasana waktu dan tempat serta dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan penelitiannya, misal: kepentingan pemerintah dan pembuat undang-undang; kebutuhan industri; aktivitas berbagai kelompok penekan; tujuan propaganda politik dan komersial; tekanan opini politik pada saat bersangkutan; dan model ilmu sosial.
            McQuail (1987)mengkategorikan sejarah penelitian dampak isi media ke dalam tiga tahap. Yaitu:
1.      Tahap pertama, merentang dari awal abad ke 19 hingga akhir tahun 1930-an. Tahap ini media diasumsikan mempunyai pengaruh yang cukup membentuk opini dan keyakinan, mengubah kebiasaan hidup. Secara aktif media juga membentuk perilaku yang kurang lebih sesuai dengan keinginan orang-orang yang dapat mengendalikan media dan isinya. Pandangan tentang dampak isi media pada tahap ini tidak didasarkan atas pengkajian ilmiah, tetapi atas dasar pengamatan kepopuleran pers serta pengaruhnya dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari. Keyakinan tersebut dianut bersama dan diperkuat oleh para pengiklan dan petugas propaganda pemerintah selama perang dunia pertama.
     Tahap ini dikenal juga dengan Model Efek Tidak Terbatas, dimana komunikasi massa diyakini mempunyai pengaruh yang sangat besar kepada audiens-nya. Efek tidak terbatas didasarkan pada Teori Peluru (Bullet Theory) serta Teori Jarum Hipodermik. Teori Peluru beranggapan bahwa pesan-pesan komunikasi massa ibarat peluru, jika peluru itu ditembakkan akan mengenai sasaran. Analogi ini menunjukkan bahwa peluru mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam mempengaruhi sasarannya. Sedangkan Teori Jarum Hipodermis[1] menganalogikan pesan komunikasi seperti obat yang disuntikkan dengan jarum kebawah kulit pasien (baca Rakmat: 1994; Nurudin: 2004).
2.      Tahap kedua, tahap ini juga dikenal sebagai Model Efek Terbatas (limited effects model), merentang dari tahun 1930-an hingga awal tahun 1960-an. Jenis studi yang diselenggarakan sangat beragam, tetapi perhatian dipusatkan pada kemungkinan penggunaan film dan media lain untuk keperluan persuasi aktif atau penyebaran informasi atau untuk menilai- dengan tujuan pencegahan- dampak yang merusak dalam kaitannya dengan pelanggaran hukum, prasangka, agresi, rangsangan seksual. Joseph Klapper, ilmuwan berpengaruh pada tahap ini, menyimpulkan bahwa komunikasi massa biasanya tidak berfungsi sebagai penyebab dampak audiens yang perlu dan memadai, melainkan berfungsi melalui serangkaian faktor yang menengahi. Faktor sosial dan budaya- norma kelompok, konsep diri, relasi sosial- sebagai faktor menengahi yang mempunyai peran penting dalam membentuk pilihan, perhatian, dan tanggapan dari audiens. Penelitian eksperimental Hovland (1942-1945) untuk menguji efek film terhadap Tentara,  menunjukkan bahwa film hanya efektif dalam menyampaikan informasi tetapi tidak efektif dalam mengubah sikap. Riset Cooper dan Jahoda (1947) pada kartun Mr. Biggott menunjukkan bahwa persepsi yang lebih selektif dapat mengurangi efektifitas pesan. Penelitian Lazarfeld (1948), The People’s Choise, menemukan bahwa hubungan pribadi tampak lebih sering dan lebih efektif dari pada media massa dalam mempengaruhi keputusan pemilih[2].
3.      Tahap ketiga, tahap ini dikenal juga sebagai Model Efek Moderat (moderate-effects model) dan berlanjut pada Model Efek Perkasa (Powerful Effects Model), mulai dari tahun 1960-an hingga berlangsung sampai saat ini. pengkajian dampak isi media masih terus ditelaah, tanpa menolak kesimpulan dari penelitian sebelumnya, tetapi didasarkan atas perbaikan konsepsi tentang proses sosial, dan media yang mungkin terlibat. Kalau pengkajian pada tahap sebelumnya terlalu bersandar pada model yang menelaah korelasi antara kadar terpaan (exposure) isi tertentu dan perubahan atau variasi sikap, opini, atau informasi yang diukur. Pembaruan penelitian dampak ditandai dengan adanya pergeseran perhatian ke arah: perubahan jangka panjang; kognisis ketimbang sikap dan perasaan; peran yang dimainkan isi, disposisi, dan motivasi sebagai variabel sela (intervening variables); gejala kolektif seperti iklim opini, struktur keyakinan, ideologi, pola budaya dan bahkan bentuk kelembagaan. Tahap ini diawali oleh sanggahan Elihu Katz (1959), sebagai reaksi terhadap Bernard Berelson yang menyatakan bahwa penelitian komunikasi mengenai efek media massa sudah mati. Elihu Katz;Jay G. Blumler; dan Michael Gurevitch  mempublikasi teori uses and gratifications. Mereka meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain , yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain. Maxwell E. McComb dan Donald L. Shaw mempelopori penelitian tentang agenda setting, mereka berhasil membuktikan bahwa media massa mempunyai pengaruh dalam menentukan agenda publik.[3]
Pada awal 1970-an, kampanye media massa terbukti mempunyai efek yang penting terhadap sikap dan perilaku. Mendelson (1973) menunjukkan bagaimana kampanye CBS perihal keselamatan pengemudi telah mendorong 35 ribu pemirsa mendaftarkan diri pada kursus latihan mengemudi. Maccoby dan Farquhar (1975) juga membuktikan keberhasilan media massa dalam mengkampanyekan kesehatan untuk mengurangi penderita penyakit jantung. Noelle Neumann (1973) mengumandangkan slogan ”kembali ke konsep media massa yang berpengaruh”. Ia mengatakan bahwa penelitian pada Model Efek Terbatas tidak memperhatikan tiga faktor penting dalam media massa, yaitu: serba ada (ubiquity); kumulasi pesan; dan keseragaman (harmoni) wartawan. Tahap ketiga ini merupakan kebangkitan kembali pemikiran tentang efektvitas komunikasi massa[4].

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi dampak isi media
  1. Faktor individual: selektivitas perhatian, persepsi, ingatan; motivasi dan belajar; kepercayaan, pendapat, nilai-nilai, kebutuhan; persuability; personality and adjustment.
  2. Faktor sosial (Black dan Whitney, dalam Nurudin: 2004)

Daftar pustaka:
Jalaluddin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya
McQuail, 1987, Teori Komunikasi Massa ed. 2, Jakarta: Erlangga
Nurudin, 2003, Komunikasi Massa, Malang: CESPUR.
Saverin & Tankard, 2001, Communication Theories: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media, ed. 5th, Addison Wesley Longman, Inc.


[1] Saverin & Tankard (2001) mencatat bahwa Teori Jarum Suntik (hypodermic needle theory) juga dikenal dengan nama Teori Sabuk Transmisi (transmission belt theory). Pandangan teori ini sederhana dan naïf, dimana memprediksikan dampak pesan-pesan komunikasi massa yang kuat, dan universal (pada semua anggota audien yang kebetulan terekspos pada pesan-pesan tersebut).
[2] Kesimpulan dari penelitian People’s Choice: a. para pemilih yang membuat keputusan di akhir kampanye atau mengubah pendapat mereka selama kampanye mempunyai kemungkinan lebih besar daripada yang lainnya untuk menyebut pengaruh pribadi seperti yang telah digambarkan dalam keputusan mereka;  b. pemimpin opini (opinion leader) dijumpai pada setiap tingkat social dan diasumsikan sangat mirip dengan orang-orang yang mereka pengaruhi;  c. pemimpin opini didapati lebih terekspos ke media massa daripada orang-orang yang tidak dinyatakan sebagai pemimpin.
[3] Uses and gratification theory dan agenda setting theory merupakan contoh dari model efek moderat dalam konteks model-model efek media massa.
[4] Teori-teori komunikasi massa yang membahas pengaruh pesan media massa terhadap khalayaknya, dalam handsout ini, dibahas pada bab Teori Mikro Komunikasi Massa.

audiens (KHALAYAK)



A. Pengertian Adiens.
            Pada awalnya, sebelum media massa ada,  audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan tontonan. Setelah ada kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan sebagai penerima pesan-pesan media massa.
McQuail (1987) menyebutkan beberapa konsep alternatif tentang audiens sebagai berikut:
  1. Audiens sebagai kumpulan penonton, pembaca, pendengar, pemirsa. Konsep audiens diartikan sebagai penerima pesan-pesan dalam komunikasi  massa, yang keberadaannya  tersebar, heterogen, dan berjumlah banyak. Pendekatan sosial budaya sangat menonjol untuk mengkaji konsep ini.
  2. Audiens sebagai massa. Konsep audiens diartikan sebagai suatu kumpulan orang  yang berukuran besar, heterogen, penyebaran, dan anomitasnya serta lemahnya organisasi sosial dan komposisinya yang berubah dengan cepat dan tidak konsisten. Massa tidak emiliki keberadaan(eksistensi) yang berlanjut kecuali dalam pikiran mereka yang ingin memperoleh perhatian dari dan memanipulasi orang-orang sebanyak mungkin. McQuail menyatakan bahwa konsep ini sudah tidak layak lagi dipakai.
  3. Audiens sebagai kelompok sosial atau publik. Konsep audiens diartikan sebagai suatu kumpulan orang yang terbentuk atas dasar  suatu isyu, minat, atau bidang keahlian. Audiens ini aktif untuk memperoleh informasi dan mendiskusikannya dengan sesama anggota audiens. Pendekatan sosial politik sangat menonjol untuk mengkaji konsep ini.
  4. Audiens sebagai pasar. Konsep audiens diartikan sebagai  konsumen media dan sebagai audiens (penonton, pembaca, pendengar, atau pemirsa) iklan tertentu. Pendekatan sosial ekonomi sangat menonjol untuk mengkaji konsep ini.
Konsep-konsep di atas tentu saja tidak saling eksklusif, secara empiris para pengelola/pemilik maupun pengguna media massa memaknai audiens sebagai perpaduan konsep ke satu, empat, dan tiga.

B. Perspektif tentang Adiens
Melvin De Fleur dan Sandra Ball-Rokeach (dalam Nurudin, 2004; Rakhmat, 1994) mengkaji interaksi audiens dan bagaimana tindakan audiens terhadap isi media. Mereka menyajikan tiga perspektif yang menjelaskan kajian tersebut. Ketiga perspektif itu adalah sebagai berikut:
1.      Individual Differences Perspective. Perspektif perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut. Berdasarkan ide dasar dari stimulus-response, perspektif ini beranggapan bahwa tidak ada audiens yang relatif sama, makanya pengaruh media massa pada masing-masing individu berbeda dan tergantung pada kondisi psikologi individu itu yang berasal dari pengalaman masa lalunya. Dengan kata lain, masing-masing individu anggota audiens bertindak menanggapi pesan yang disiarkan media secara berbeda, hal ini menyebabkan mereka juga menggunakan atau merespon pesan secara berbeda pula.
Dalam diri individu audiens terdapat apa yang disebut konsep diri, konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi -mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri, bagaimana kita mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat. Dengan kata lain, konsep diri mempengaruhi terpaan selektif, persepsi selektif, ingatan selektif.
2.      Social Categories Perspective. Perspektif  ini melihat di dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial yang didasarkan pada karakteristik umum seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan, keyakinan beragama, tempat tinggal, dan sebagainya. Masing-masing kelompok sosial itu memberi kecenderungan anggota-anggotanya mempunyai kesamaan norma sosial, nilai, dan sikap.  Dari kesamaan itu mereka akan mereaksi secara sama pada pesan khusus yang diterimanya. Berdasarkan  perspektif ini, pemilihan dan penafsiran isi oleh audiens dipengaruhi oleh pendapat dan kepentingan  yang ada dan oleh norma-norma kelompok sosial. Dalam konsep audiens sebagai pasar dan sebagai pembaca, perspektif ini melahirkan segmentasi. Contoh: Anak-anak membaca Bobo, Yunior, Ananda. Ibu-ibu membaca Kartini, Sarinah, Femina. Kaum Islam membaca Sabili, Hidayah.
3.      Social Relation Perspective. Persektif ini menyatakan bahwa hubungan secara informal mempengaruhi audiens dalam merespon pesan media massa. Dampak komunikasi massa yang diberikan diubah secara signifikan oleh individu-individu yang mempunyai kekuatan hubungan  sosial dengan anggota audiens. Tentunya perspektif ini eksis pada proses komunikasi massa dua tahap, dan atau multi tahap.

C. Tipologi Aktivitas Audiens
Sejarah penelitian/pembahasan mengenai audiens telah dimulai seiring dengan penelitian tentang efek komunikasi massa. Pada awalnya, audiens dianggap pasif (baca teori peluru (Bullet Theory) atau Model Jarum Hipodermis). Namun pembahasan audiens secara intensif yang dimulai tahun 1940, Herta Herzog, Paul Lazarsfeld dan Frank Stanton (dalam Barran & Davis, 2003) memelopori mempelajari  aktifitas audiens (yang kemudian melahirkan konsep audiens aktif) dan  kepuasan audiens. Misal, pada tahun 1942 Lazarfeld dan Stanton memproduksi buku seri dengan perhatian pada bagaimana audiens menggunakan media untuk mengorganisir pengalaman dan kehidupan sehari-hari. Tahun 1944 Herzog menulis artikel Motivation and Gratifications of Daily Serial Listener, yang merupakan publikasi awal tentang penelitian kepuasan audiens terhadap media.
Aktifitas audiens merujuk pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1.      Sejauh mana selektivitas audiens terhadap pesan-pesan komunikasi; 
2.      Kadar dan jenis motivasi audiens yang menimbulkan penggunaan media;
3.      Penolakan terhadap pengaruh yang tidak diinginkan;
4.      Jenis & jumlah tanggapan(response)  yang diajukan audiens media (McQuail, 1987).
Pada waktu itu, aktivitas audiens  merupakan fokus kajian uses and gratifications. Secara umum, pandangan para peneliti dalam tradisi uses and gratifications media menganggap bahwa audiens aktif dalam hal kesukarelaan dan orientasi selektif  dalam proses komunikasi massa.
Levy dan Windahl menyusun tipologi aktifitas audiens yang dibentuk melalui dua dimensi. Dua dimensi itu adalah sebagai berikut:
  1. Dimensi orientasi audiens yang terdiri dari tiga tingkatan:
    1. Selektivitas terhadap isi media
    2. Keterlibatan (involvement),  mengandung dua arti: 1). Tingkatan dimana audiens menghubungkan dirinya dengan isi media; 2). Suatu tingkatan dimana individu berinteraksi secara psikologis dengan media atau termasuk di dalamnya dengan pesan-pesan media.
    3. kegunaan (utility), diartikan bahwa individu menggunakan atau mengantisipasi penggunaan komunikasi massa untuk tujuan sosial atau psikologisnya.
  2. Dimensi temporal (urutan komunikasi), yaitu dimensi yang menjelaskan aktivitas audiens dilihat sebelum, selama, dan sesudah terpaan (exposure).



Tipologi Aktivitas Audiens
(Levy dan Windahl, 1984)

Urutan komunikasi
Orientasi
Audiens
Sebelum terpaan
Selama terpaan
Sesudah terpaan
Selektivitas
Terpaan selektif, mencari-cari
Persepsi selektif
Ingatan selektif
Keterlibatan
Antisipasi dari terpaan
Perhatian, pembentukan makna, interaksi parasosial, identifikasi
Identifikasi jangka panjang,
mengkhayal
Kegunaan
koin pertukaran


Menggunakan untuk memperoleh kepuasan
 menggunakan kepemimpinan pendapat suatu topik


Lebih lanjut, Levy dan Windahl  menghubungkan antara variabel keterlibatan selama terpaan  dengan variabel preexposure selectivity, yang menghasilkan 4 subtipe aktivitas audiens. Tipologi subtipe aktivitas audiens tersebut tersaji pada tabel berikut ini.



Preexposure selectivity
Keterlibatan selama terpaan
Tinggi
Rendah
Tinggi
Mencari kepuasan yang dimotivasi
Keterlibatan indiskriminasi
Rendah
Topik ritual
Melewatkan waktu

Dalam penelitiannya, Levy dan Windahl menyatakan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara pengukuran aktivitas audiens dengan indikator-indikator pencarian kepuasan dan pemerolehan kepuasan. Pada kasus hubungan antara aktivitas dengan pencarian kepuasan, ditemukan bahwa individu menggunakan media untuk memperoleh kepuasan sosial maupun psikososialnya, dan audiens akan aktif memenuhi harapannya itu dalam proses komunikasi yang dilakukannya. Sebaliknya, hubungan antara aktivitas dengan pemerolehan  kepuasan, memperlihatkan bahwa pengalaman individu yang lebih aktif akan berada pada level kepuasan yang lebih tinggi, dan aktivitas harus dilihat sebagai variabel independen.

Aktivitas audiens juga bergantung pada sejumlah faktor lain, yang bisa dikelompokkan menjadi faktor individu, sosial, dan media. Faktor  individual misalnya bisa kita lihat dari jenis kelamin, umur, intelegensia, kepribadian, dan tempat atau latar belakang siklus kehidupannya. Faktor sosial misalnya hubungan antara kelas sosial dengan konsumsi media. Blumer mengidentifikasikan faktor sosial seperti: satus perkawinan, partisipasi kerja, mobilitas sosial, dan ukuran potensial interaksi. Faktor-faktor sosial tersebut kemudian akan menentukan bagaimana kebutuhan orientasi media, kondisi orientasi audiens terhadap media, dan situasi sosial konsumsi media, yang semuanya itu mempengaruhi aktivitas audiens. Faktor media, bisa dilihat dari perbedaan-perbedaan kompleksitas pesan, gaya pesan, dan variasi-variasi dalam isi pesan substantif.     

Daftar Pustaka:
Jalaluddin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya
McQuail, 1987, Teori Komunikasi Massa ed. 2, Jakarta: Erlangga
Nurudin, 2003, Komunikasi Massa, Malang: CESPUR.
Stanley J. Baran & Dennis K. Davis, 2003, Mass Communication Theory: Foundation, Ferment, and Future, USA: Wadsworth.